
Tepat 10 tahun lalu, dunia MMA menyaksikan debut seorang petarung muda berbakat bernama Islam Makhachev di panggung oktagon UFC . Pada tanggal yang sama hari ini, perjalanan luar biasa petarung asal Dagestan ini telah mengantarkannya menjadi salah satu penguasa divisi kelas ringan, bahkan berpotensi melampaui warisan sang mentor, Khabib Nurmagomedov.
Selama satu dekade terakhir, Makhachev tak henti-hentinya membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar anak didik Khabib. Dengan catatan impresif empat kali mempertahankan gelar juara kelas ringan dan 15 kemenangan beruntun di kelas 155 pound, ia kini berada di ambang mengukir sejarah sebagai petarung kelas ringan terhebat sepanjang masa.
Setelah menaklukkan seluruh penantang di kelas ringan, ambisi Makhachev kini merambah ke divisi welter. Ia mengincar sabuk emas di kelas 170 pound dengan menantang Jack Della Maddalena, petarung yang belum terkalahkan dalam 18 pertarungan terakhirnya. Sebuah tantangan besar yang menunjukkan kepercayaan diri dan dominasi Makhachev di dunia UFC.
Menariknya, satu-satunya noda dalam rekor gemilang Makhachev di UFC terjadi pada pertarungan keduanya, di mana ia secara mengejutkan dikalahkan oleh Adriano Martins. Sebelum kekalahan tersebut, Makhachev mengawali karier UFC-nya dengan kemenangan sempurna 12-0, termasuk kemenangan debut yang mengesankan di oktagon.
Debut Manis di UFC 187 Bersama Sang Mentor
UFC resmi mengontrak Islam Makhachev pada tahun 2014 setelah ia mencatatkan 11 kemenangan beruntun di berbagai ajang MMA di Rusia. Debutnya di oktagon terjadi pada bulan Mei 2015 di UFC 187, sebuah malam bersejarah yang juga menyaksikan Daniel Cormier merebut gelar juara kelas berat ringan UFC dari Anthony ‘Rumble’ Johnson.
Dalam laga undercard, Makhachev yang kala itu masih berusia 23 tahun berhadapan dengan Leo Kuntz, seorang petarung kelas ringan dengan rekor solid 17-1-1. Kuntz, yang memiliki karier singkat di UFC dengan hanya dua pertarungan, saat itu sedang dalam tren 15 pertarungan tak terkalahkan.
Makhachev menunjukkan kelasnya sejak ronde pertama. Ia melakukan takedown indah terhadap Kuntz dan dengan cepat meraih posisi back control, berusaha mengunci rear-naked choke. Kuntz berhasil selamat dari upaya pertama Makhachev dan mampu bertahan hingga akhir ronde pertama.
Namun, di ronde kedua, Makhachev kembali menunjukkan dominasinya. Setelah melepaskan diri dari clinch, ia kembali menjatuhkan Kuntz ke canvas. Dengan sabar dan teknik yang matang, Makhachev mengamankan body triangle di pinggang Kuntz dan tanpa ampun mengunci rear-naked choke yang memaksa lawannya menyerah.
Usai memastikan kemenangan, Makhachev melompat kegirangan dan berlari menuju sudut ring, memeluk erat sahabat sekaligus mentornya, Khabib Nurmagomedov, yang setia mendampinginya. Sebuah awal yang manis untuk karier gemilang di UFC.
Setelah debut manisnya, Makhachev hanya membutuhkan satu pertarungan lagi untuk mempertahankan rekor tak terkalahkannya. Namun, seperti banyak petarung UFC lainnya, ia harus merasakan pahitnya kekalahan di awal kariernya.
Lima bulan setelah mengalahkan Kuntz, Makhachev berhadapan dengan petarung asal Brasil, Adriano Martins, di UFC 192. Makhachev memulai pertarungan dengan sangat agresif, namun strateginya justru menjadi bumerang. Belum genap dua menit bertarung, Martins berhasil menjatuhkan Makhachev dengan sebuah pukulan overhand right saat ia mencoba melakukan take down.
Martins kemudian mendaratkan satu pukulan lagi ke tanah sebelum wasit menghentikan pertandingan. Kekalahan kilat ini jelas mengejutkan Makhachev, yang terlihat memukul pagar oktagon dua kali sebagai bentuk kekecewaannya, sementara Martins merayakan kemenangannya.
Kekalahan dari Martins menjadi pelajaran berharga bagi Makhachev. Sejak saat itu, ia menjelma menjadi petarung yang lebih sabar, terukur, dan taktis. Hasilnya, 15 kemenangan beruntun di kelas ringan dan gelar juara yang kini ia genggam erat.